KOMPAS.com - Setelah peristiwa asteroid raksasa yang menghantam Jupiter, masihkah Anda berpikir bahwa hanya pemanasan global yang menjadi masalah paling menakutkan? Bagaimana jika asteroid raksasa seberat 25 juta ton menghantam Bumi sama seperti diyakini terjadi 65 juta tahun lalu?
Satu hal yang pasti, dampaknya akan sangat parah. "Tabrakan dengan objek sebesar itu dan berkecepatan 30.000-40.000 mil per jam akan menimbulkan kerusakan parah," kata Gregory L. Matloff, peneliti NASA yang juga Associate Professor Fisika di New York City of Technology (City Tech).
NASA memperkirakan, jika hal tersebut terjadi, maka besar gaya hantaman asteroid bisa 68.000 kali gaya bom atom yang mengguncangkan Hiroshima. Sebagai gambaran, tabrakan dengan asteroid yang terjadi 65 juta tahun yang lalu berhasil menyapu bersih populasi dinosaurus saat itu.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Matloff memiliki pilihan pilihan solusi. "Pilihannya adalah menghancurkan atau membelokkan haluannya," katanya. Matloff mengatakan, membelokkan haluan adalah pilihan yang bijak. Menghancurkan asteroid bisa menimbulkan masalah akibat hujan radioaktif.
Untuk membelokkan asteroid, yang bisa dilakukan adalah memanaskan permukaannya. Lewat pemanasan, aliran jet bisa tercipta sehingga mengubah haluan dan membelokkan arah gerak asteroid. Matloff mengungkapkan, sebuah alat bernama kolektor surya mampu melakukannya.
Kolektor surya terdiri dari selembar logam pemantul cahaya yang tebalnya hanya 1/10 tebal rambut manusia. Kolektor surya tersebut akan mengkonsentrasikan sinar matahari pada asteroid. Dengan bergerak selama setahun di dekat asteroid, kolektor surya bisa membakar dan membentuk aliran jet.
Agar sempurna melakukannya, perlu diketahui kedalaman penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan. "Jika penetrasi cahaya terlalu dalam, maka asteroid hanya akan panas. tapi jika penetrasi cahaya tepat, mungkin 1/10 mm, maka akan membentuk aliran jet yang akan membelokkan asteroid," jelasnya.
Dalam beberapa tahun ini, Matloff dan timnya telah melakukan eksperimen dengan laser merah dan hijau untuk mengetahui kedalaman penetrasinya. Mereka menggunakan padatan dan serbuk meteorit Allende yang jatuh di Cihuahua, Meksiko tahun 1969.
Sementara, peneliti optika fiber dan foton bersama mahasiswanya Thin Le menggunakan laser untuk mengukur fraksi cahaya yang menembus asteroid, dikenal dengan transmisi optikal. Ia mendapatkan hasil bahwa transmisi cahaya dipengaruhi oleh materi penyusunnya.
Dari hasil penelitiannya, Leng mengatakan bahwa laser bisa mengidentifikasi komposisi Near Earth Object (NEO) seperti asteroid. Informasi tersebut bisa membantu memfokuskan cahaya matahari sehingga bisa melakukan penetrasi dengan tepat.
Paparan tentang kemungkinan dan metode membelokkan asteroid itu diungkapkan Matloff Pertemuan Internasional Tahunan Masyarakat Meteorit ke 73. Acara tersebut diselenggarakan oleh American Museum of Natural History dan Park Central Hotel di New York.
Salah satu asteroid yang berpotensi menghantam bumi adalah Apophis. Asteroid berdiameter 1100 kaki dan memiliki berat 25 juta ton ini akan memasuki wilayah terdekat dengan bumi pada tahun 2029 dan 2036. Nantinya, asteroid itu akan berada pada jarak 22.600 mil.